
- Yayasan Asih Putera
- 2021-08-09 07:52:00
- Artikel
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PEGAWAI YAYASAN ASIH PUTERA MELALUI EXPERIENTIAL LEARNING
Oleh : Edwin Wahyudin, S.Ag., M.Pd.
A. Sekilas Mengenai Experiential Learning
Experiential Learning (EL) adalah proses belajar melalui pengalaman. EL merupakan sebuah model pembelajaran yang dikenalkan oleh David A. Kolb pada tahun 1970-an. Pembelajaran secara langsung atau mengalami dapat menjadi bentuk atau model pembelajaran pengalaman. Lebih khusus, EL dapat didefinisikan sebagai pembelajaran melalui refleksi terhadap kegiatan yang telah/sedang dilakukan. Namun demikian, dalam praktiknya, tidak selalu melibatkan peserta untuk memberikan refleksi atas produk atau hasil kerja mereka.
Sebagai sebuah model, EL memiliki tahapan-tahapan yang saling berhubungan dan harus dilakukan:
1. experiencing / activity/ concrete experience,
2. observation & reflecting,
3. thinking/evaluating/ conceptualization,
4. acting/ experiment.
EL merupakan proses pembelajaran individual. Jadi, EL berfokus kepada pengalaman si pembelajar itu sendiri. Pengalaman antara yang satu dengan yang lainnya pasti berbeda meskipun mereka melakukan kegiatan bersama.
EL memiliki keunggulan pengajaran yang signifikan. Peter Senge (Penulis The Fifth Discipline, 1990) menyampaikan bahwa mengajar adalah sangat penting untuk memotivasi orang. EL sangat berfokus pada pengalaman, tidak sebatas mentransfer pengetahuan.
EL tidak membutuhkan guru secara langsung, layaknya seorang guru yang menerangkan sebuah konsep dan pengalamannya, tetapi EL mengarahkan si pembelajar belajar langsung dari pengalamannya. Oleh karena itu, Kolb mengarahkan agar si pembelajar bisa mendapatkan pengetahuan asli dari sebuah pengalaman, pembelajar harus memiliki empat kemampuan:
1. pembelajar harus mau terlibat aktif dalam pengalaman
2. pembelajar harus mampu merefleksikan pengalamannya
3. pembelajar harus memiliki dan menggunakan keterampilan analitis untuk mengkonseptualisasikan pengalalamannya; dan
4. pembelajar harus memiliki pengambilan keputusan dan keterampilan pemecahan masalah untuk menggunakan ide-ide baru yang diperoleh dari pengalamannya.
Syarat dari pembelajaran EL, seorang pembelajar harus memiliki inisiatif diri atau niat. Kemudian, pembelajar didorong untuk secara langsung terlibat dalam pengalaman dan kemudian merefleksikannya pengalamannya untuk mereka gunakan dalam keterampilan analitik agar mereka paham terhadap sebuah pengetahuan baru dan menyimpan informasi untuk waktu yang lama.
Bagaimana tugas seorang guru atau fasilitator? Seorag guru atau fasilitator harus mendorong si pembelajar dengan “5 Pertanyaan”. Pertanyaan-pertanyaan tersebut mendorong pembelajar menggali dan memahami terhadap apa yang sedang atau telah dikerjakannya. Kelima pertanyaan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut.
-Apakah kamu menyadari?
-Mengapa itu terjadi?
-Apakah itu terjadi dalam hidup?
-Mengapa itu terjadi?
-Bagaimana Anda bisa menggunakan itu?
B. Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Yayasan Asih Putera
Model Experiential Learning ini menjadi inspirasi dan menjadi model bagi pendidikan dan pelatihan yang dilakukan Yayasan Asih Putera. Bentuk pendidikan dan pelatihan yang dipilih adalah dengan “gowes bersama”. Gowes Bersama atau “Bike Touring” merupakan sebuah contoh yang kami (Yayasan Asih Putera) lakukan.
Mengapa dengan “Bike touring”?
“Bike Touring” kali ini berbeda. Kegiatan ini dilakukan dengan mengambil rute yang panjang, rute dari Kota Cimahi ke Pangandaran dan dari Pangandaran ke Ranca Buaya, Garut Selatan. Jarak yang sangat jauh. Jarak Kota Cimahi – Pangandaran adalah 218 KM. Jika ditempuh menggunakan sepeda, waktu yang dibutuhkan adalah k.l. 10-18 jam. Tentu saja, dengan waktu tempuh selama itu membutuhkan fisik yang prima dan mental yang kuat. Sementara, jarak antara Pangandaran ke Ranca Buaya, Garut Selatan adalah 170 KM. Rute ini mengambil daerah pesisir pantai. Iklim pantai yang panas menambah beban fisik dan mental yang kuat pula.
Namun demikian, panjangnya jarak tempuh berbanding dengan indahnya panorama alam yang akan dilalui. Hal itulah yang menjadi pendorong dilakukan kegiatan “Bike touring” tersebut. Kegiatan “Bike touring” ini dilaksanakan selama 3 hari 4 malam, dari Selasa malam tangga; 18 sampai Jumat, tanggal 21 Mei 2021.
C. Analisis Kegiatan
Pengalaman merupakan sebuah proses kegiatan yang dilakukan di masa lalu. Pengalaman biasanya dijadikan pelajaran untuk kehidupan selanjutnya. Hal ini jelas sebagai suatu proses sunnatullah. Allah SWT membimbing kita dengan sebuah ayat-Nya.
Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan. (QS.Al-Hasyr, 59:18)
Untuk merencanakan suatu kegiatan di masa yang akan datang, tentu kita harus mengetahui dan mengevaluasi apa yang pernah dilakukan sebelumnya. Dengan demikian, apa yang akan kita lakukan tidak sia-sia karena direncanakan sedemikian rupa. Perencanaan yang baik merupakan setengah dari tujuan sudah dicapai (A Good plan is a success half-done). Setengahnya lagi adalah dengan usahanya itu sendiri.
Hal yang digambarkan tersebut merupakan suatu proses manajemen kualitas yang pernah dipopulerkan oleh W. Edwards Deming dan Walter Shewhart, yaitu Plan, Do, Check, Act.
Pengalaman bersepeda dengan jarak tempuh yang panjang dan mengambil rute tempat-tempat wisata tentu memunculkan berbagai pandangan. Bagi sebagian orang, mungkin ini bukanlah sebuah pendidikan dan pelatihan, melainkan hanya sebuah perjalanan hura-hura atau berpoya-poya. Namun, jika ditelisik lebih dalam, banyak hal positif yang dapat diraih dari perjalanan ini bahkan bisa jadi ini menjadi media efektif untuk penguatan konsep diri dalam team work dan berorganisai. Beberapa nilai yang dapat diambil dari kegiatan ini adalah:
1. Bertambahnya wawasan
2. Meningkatnya kepercayaan diri dalam beraktifitas
3. Merangsang jiwa inisiatif dan solutif dalam kegiatan
4. Menguatnya ikatan kebersamaan dalam team
5. Melatih naluri kepemimpinan
6. Menumbuhkan kesabaran dalam mencapai tujuan
7.Memupuk kesadaran pembagian tugas dalam teamwork
Banyak kesan yang diperoleh selama perjalanan tersebut. Kesan-kesan peserta dapat dilihat dalam laporan berbentuk video dan rangkaian berbagai foto kegiatan. Kesan inilah yang menjadi inti proses pembelajarannya. Kolb dalam teori siklus belajar dengan pengalaman (experiential learning) menempatkan “kesan” sebagai upaya “refleksi” atas apa yang dilakukan secara nyata dihubungkan dengan kesan dan konsep yang dibangun untuk menemukan nilai kehidupan selanjutnya.
Link video di channel youtube Yayasan Asih Putera,
D. Kesimpulan
Berbagai pelatihan dengan model seminar, workshop, dan on job training dianggap menjemukan dan hasilnya pun kurang memuaskan. Experiential Learning (EL) dapat dijadikan salah satu model pelatihan karena peserta bukan hanya mendengarkan, membaca, dan menganalisis, tetapi peserta didorong untuk mengalami. Dari pengalaman tersebut, peserta melakukan refleksi, membandingkan dengan pengetahuan yang dimilikinya, kemudian peserta didorong untuk membangun sebuah konsep, gagasan, atau langkah-langkah strategis yang sesuai dengan kemampuannya untuk mencapai tujuan organisasi atau unit kerja yang telah ditetapkan.
Lebih dari itu, proses pembelajaran melalui Experiential Learning tidak memerlukan kegiatan khusus dalam pelaksanaannya. Experiential Learning dapat diterapkan pada kegiatan apapun yang biasa sehari hari dilakukan oleh setiap peserta.
Demikian refleksi yang dapat disampaikan dari perjalanan yang telah dilaksanakan. Semoga dari sedikit pelajaran yang disampaikan ini dapat menjadi pelajaran yang lebih besar dan bermanfaat.*(EWA)